Wednesday, October 24, 2012

Muhaimin Terus Serang Perguruan Tinggi, "Pencitraan 2014" agar Diliput Media Sosial?

[imagetag]
Muhaimin Iskandar

Kampus Bisa Kalah dari LPK dan SMK
Rabu, 24 Oktober 2012 | 15:01

Menakertrans Muhaimin Iskandar (Jakarta Globe/Yudhi Sukma Wijaya) (sumber: Jakarta Globe)
Perguruan tinggi di Indonesia dinilai Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah tertinggal oleh zaman.

Indikasinya, perguruan tinggi tertinggal jauh oleh dunia kerja dan masih tingginya angka pengangguran intelektual. Kampus cenderung lebih banyak menghasilkan sarjana-sarjana yang hanya memiliki kualifikasi intelektual dan manajerial, tanpa dibarengi dengan kemampuan praktis yang justru banyak dibutuhkan oleh pasar kerja.

Akibatnya, tidak sedikit lulusan-lulusan perguruan tinggi yang akhirnya tidak bisa terserap oleh lapangan kerja yang ada. "Kalau pun ada keterapilan kerja yang diberikan, barangkali jenis dan bidang yang dilatih itu sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja yang sekarang semakin maju. Misalnya, dari sektor industri bidang permesinan, mesin-mesin yang menjadi alat praktik merupakan mesin yang sudah ketinggalan zaman. Sementara mesin-mesin sekarang sudah sistem digital," kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) A Muhaimin Iskandar dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (24/10).

Ketika dibanding dengan mutu perguruan tinggi, Muhaimin menilai Lembaga Pendidikan Kerja (LPK) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang tersebar hampir di semua kabupaten, lebih mampu menjawab kebutuhan pasar kerja yang membutuhkan keahlian khusus. "LPK dan SMK menghasilkan specific human capital yang banyak dibutuhkan oleh perusahaan dewasa ini, sementara kampus lebih banyak menghasilkan general human capital," katanya.

Muhaimin juga melihat, perguruan tinggi yang ada sekarang kurang memberi pelatihan-pelatihan kepada mahasiswa agar mereka memiliki keterampilan praktis yang dibutuhkan oleh dunia kerja. "Perguruan tinggi masih cenderung mendidik mahasiswa agar memiliki kemampuan akademik yang tinggi, tetapi sulit diserap oleh pasar kerja ketika mereka lulus nanti. Sebab, yang diperlukan oleh dunia kerja tidak hanya kemampuan akademik, tetapi juga keterampilan praktis," katanya. Ia berharap, sebaiknya setiap kampus memiliki kurikulum pendidikan kerja yang praktis. "Entah berapa SKS yang penting memiliki kurikulum untuk mempersiapkan mahasiwa agar memiliki skill praktik," ujarnya.

Menurutnya, kampus juga mestinya tidak hanya menyediakan kurikulum, tetapi bisa sertifikasi keahlian kerja. Sebab, pengakuan terhadap kualifikasi kerja seseorang atas pengalaman dan pelatihan selama ini, diberikan dalam bentuk sertifikat. Muhaimin menjelaskan bukan untuk mengecilkan lembaga pendidikan lain seperti kejuruan atau balai latihan kerja, tetapi sertifikasi keahlian kerja akan lebih bagus dikeluarkan juga oleh lembaga pendidikan tinggi. "Terutama untuk keahlian di bidang ilmu-ilmu sosial, seperti sastra, filsafat, dan sebagainya," kata pria yang akrab disapa Cak Imin itu.

Untuk sarjana-sarjana di bidang itu, kata Muhaimin, perlu ada dorongan dan juga dukungan dari kampus agar mereka siap memasuki dunia kerja yang sesuai dengan ilmu yang dimilikinya. "Makanya perlu rektor teknokratis. Bukan berarti setiap rektor harus mendorong mahasiswanya ke arah yang berbau praktis dan pragmatis, tetapi melengkapi kualitas intelektual mereka dengan keahlian kerja sesuai yang dibutuhkan oleh pasar," ujarnya.
http://www.beritasatu.com/nusantara/...k-dan-smk.html

[imagetag]

Muhaimin Nilai Lulusan PT Masih Belum Kompetitif

DENPASAR � Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan, perguruan tinggi di Indonesia saat ini belum memiliki orientasi pendidikan sehingga lulusan yang dihasilkan tidak mampu memenuhi kebutuhan persaingan global.

�Saya berani mengkritik pada dasarnya perguruan tinggi tidak memiliki orientasi tentang produktivitas lulusannya. Ini sangat menyedihkan,�kata Muhaimin di sela membuka 53rd Workshop Meeting of Heads of Asian Productivity Organization di Sanur, Bali, kemarin. Kondisi di atas,kata Muhaimin, terlihat dari sejumlah indikator yang mana lulusan perguruan tinggi khususnya swasta tidak memiliki orientasi yang memadai.

Mereka hanya mengejar target ijazah, target kelulusan sarjana, dan tidak menghitung betul kurikulum yang dibutuhkan dengan persaingan global. Hal itu berdampak pada kualitas sumber daya manusia lulusan, profesionalitas dan kompetensi yang tidak cukup memadai. �Kalau negeri, masih lumayan. Kalau swasta, betul- betul memprihatinkan,� imbuh Muhaimin.

Dia lalu mengutip data World Economic Forum 2012 yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-50 dari 144 negara dalam produktivitas warganya.�Ini tantangan Indonesia untuk terus berinovasi untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing global,� ujarnya.

Untuk mencapai itu,Muhaimin mendesak perlunya perombakan total kurikulum pendidikan mulai dari sekolah menengah atas maupun pendidikan tinggi.�Kurikulumnya sudah ketinggalan zaman, tidak sesuai dengan tingkat kinerja kebutuhan persaingan global, kurikulumnya hanya mengejar ijazah.Ini menyedihkan,� ungkap dia.

Konkretnya,kata Muhaimin, sejak semester satu para mahasiswa seharusnya sudah diajari merencanakan produktivitas, merencanakan target kerja, mendesain profesi dan aplikasi dari ilmu-ilmu yang akan dipelajari selama S-1. Setelah lulus mahasiswa sudah tahu mau mengambil peran di mana.

Sekretaris Jenderal Asian Productivity Organization Ryuichiro Yamazaki dalam sambutannya menyatakan, pertemuan kali ini bertujuan mengevaluasi sekaligus merumuskan strategi ke depan bagaimana peningkatan produktivitas baik tenaga kerja, SDM, perusahaan, maupun produktivitas nasional bisa disinergikan di masing-masing negara maupun antarnegara ASEAN. �Saya mengajak kepada seluruh pekerja, para pengusaha,lembaga pendidikan untuk terus menerus berupaya meningkatkan produktivitas,� ucapnya.
http://www.seputar-indonesia.com/new...lum-kompetitif

-----------------------

Cak Imin kagak nyadar kalau netter yang mendominasi 'media soial' itu, mayoritas datang dari kalangan kampus, mahasiswa dan dosennya. Maka percumalah kalau mau membangun citra diri untuk 2014, kalau strateginya memakai trik "mengonggong" pihak lain yang gampang dijadikan alasan atau pembenaran mengenai kesulitan pemerintah mengatasi tingginya pengangguran di negeri ini. Kenapa tidak bilang saja ke publik, bahwa pemerintah tidak sanggup menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi rakyatnya, baik yang terdidik atau yang setengah terdidik. jangan kemudian berkilah dengan mencari kambing hitam. Kenapa Cak Imin tidak bilang saja secara jujur, bahwa kementeriannya kehabisan idea untuk mencari jalan keluar mengatasi pengangguran itu. Disitulah letak arogannya Cak Imin, sudah paham dirinya hanya lulusan S1 ilmu sosial (Fisip) dan S2 komunikasi, yang samasekali tak memahami tentang dunia kerja, bukan akhlinya, tapi memaksanakan diri menjadi menteri yang membidangi hal itu. kalau dia jadi menteri Agama, mungkin masih cocoklah! Sudah tak menguasai masalah ketenaga-kerjaan, kok enggan berhubungan dengan akdemisi di kampus untuk mencari solusi terbaik? Kembali lagi jawabannya kepada si Muhaimin.

Exspost News

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.

0 comments:

Post a Comment

 

Copyright @ 2013 Exspost News.

Designed by Templateify & Sponsored By Twigplay